Jumat, 18 Februari 2011

Likuiditas Bank

Likuiditas bank berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk menghimpun sejumlah tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. (Joseph E Burns)

Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo dan memenuhi kredit tanpa penundaan. (Oliver G. Wood, Jr)

Likuiditas berarti memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban. (Wiliam M. Glavin)

Dari pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.


Strategi Mengamankan Likuiditas


Untuk menjaga posisi likuiditas dan proyeksi cashflow agar selalu berada dalam posisi aman, terutama dalam kondisi tingkat bunga berfluktuasi, beberapa strategi yang dapat dikembangkan oleh bank sbb (Raflus Rax,1996)
- Merperpanjang jatuh tempo semua kewajiban bank, kecuali bila tingkat bunga
cenderung mengalami penurunan;
- Melakukan diversifikasi sumber dana bank;
- Menjaga keseimbangan jangka waktu asset dan kewajiban;
- Memperbaiki posisi likuiditas antara lain mengalihkan asset yang kurang
marketable menjadi lebih marketable.


Bank dianggap likuid apabila:

- Memiliki sejumlah likuiditas/memegang alat-alat likuid, cas assets (uang kas,
rekening pada bank sentral dan bank lainnya) sama dengan jumlah kebutuhan
likuiditas yang diperkirakan.

- Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi bank memiliki surat-surat
berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa mengalami kerugian baik
sebelum/sesudah jatuh tempo.

- Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptakan uang,
misalnya penggunaan fasilitas diskonto, call money, penjualan surat berharga
dengan repurchase agreement (repo).

Likuiditas secara khusus untuk:

- Menutup jumlah RR (cadangan minimum)
- Membayar cek, giro berbunga, tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang
di cek, giro berbunga, tabungan dan deposito berjangka milik nasabah yang
diuangkan kembali;
- Menyediakan dana kredit yang diminta calon debitur sehat, sebagai bukti bahwa
mereka tidak menyimpang dari kegiatan utama bank yaitu pemberian kredit;
- Menutup berbagai macam kewajiban segera lainnya;
- Menutup kebutuhan biaya operasional perusahaan.


Sumber Kebutuhan Likuiditas


Sumber kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara lain untuk memenuhi:
- Ketentuan likuiditas wajib (reserve requirement) atau cash ratio
- Saldo rekening minimum pada bank koresponden
- Penarikan simpanan dalam operasional bank sehari-hari
- Permintaan kredit dari masyarakat


SIMULASI KEBUTUHAN LIKUIDITAS


Kasus 1: bank mempunyai cadangan likuiditas sebesar Rp20.000,- dan ketentuan cadangan likuiditas wajib minimum (reserve requirement) adalah 10%. Neraca awal bank adalah
sbb:
• Likuiditas wajib minimum yang harus dipertahankan bank “A” berdasar posisi neraca ysb adalah 10% x Rp 100.000 = Rp10.000. Karena bank “A” memiliki cadangan Rp 20.000, maka
bank mempunyai kelebihan likuiditas sebesar Rp 10.000,- cadangan kredit

• Dari Kasus 1: jika pada bank “A” tjd penarikan dana sebesar Rp10.000,- maka neraca bank akan menjadi:
• Karena ada penarikan cadangan yang tersisa hanya Rp 10.000,- tapi karena
ketentuan cadangan wajib minimum sebesar 10%, sementara simpanan turun menjadi
Rp90.000, maka jumlah cadangan sebenarnya masih kebihan Rp1.000,-
• Pada prinsipnya apabila bank memiliki likuiditas yang cukup,penarikan dana tidak
perlu menyebabkan perubahan pada bagian lain dari pos neracanya


Contoh kasus dari likuiditas bank

Beberapa tahun belakangan ini dan kedepannya, banyak kita lihat terjadinya penahanan oleh aparat KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian terhadap politikus dan mantan pejabat negara dalam kasus – kasus dugaan penyimpangan keuangan negara. Mereka ditahan dalam kaitan jabatannya pada masa lalu maupun semasa jabatan yang ada.

Pada era masa pemerintahan Sukarno, Suharto dan BJ Habibie, penangkapan dan penahanan mantan pejabat tinggi negara karena kebijakan yang diambilnya semasa bersangkutan menjabat tidak pernah terjadi – apalagi sampai disidangkan di pengadilan.

Nuansa penegakan hukum memang sangat penting dan tiada satupun warga negara Indonesia yang kebal terhadap hukum. Tetapi yang lebih penting adalah substansi hukum itu sendiri. Yakni kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pembuat kebijakan (Policy Makers atau para Eksekutif).

Penegakan hukum tanpa memperdulikan substansi hukum akan berakibat hukum menjadi alat politik untuk saling menjatuhkan. Ketidakpastian hukum terhadap pengambilan kebijakan saat ini sering terjadi dengan terdapatnya berbagai kejanggalan dari proses penegakan hukum yang menyangkut tindak pidana korupsi dalam kaitannya dengan krisis ekonomi.

Contoh kasus seperti: Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), termasuk akhir-akhir ini intervensi terhadap Bank Century - Oleh publik dikesankan sebagai tindakan yang otomatis bersifat koruptif – Padahal bantuan itu disisi kebijakan adalah suatu konsekuensi logis dari jaminan Presiden yang diberikan kepada semua deposan.

Bank Century tidak mungkin memiliki uang yang memadai bila terjadi rush yang dilakukan para deposan. Gubernur BI dan Menteri Keuangan sebenarnya tidak dapat diadili karena kebijakan tersebut diambil atas jaminan Presiden agar tidak terjadi rush.

Kalaupun terjadi kebocoran atau pelanggaran, maka itu terjadi di tingkat teknis, yakni pada Bank Century yang menerima bantuan tersebut. Pengadilan harus lebih dahulu mengadili Bank Century yang melakukan penyelewengan yang merugikan negara. Dari pengadilan itulah akan diketahui apakah Gubernur BI dan Menteri Keuangan selaku pribadi melakukan tindakan korupsi.

Diperkirakan, kasus yang terjadi di Bank Century akhir-akhir ini banyak pula terjadi di bank – bank lainnya yang saat ini belum dibuka kedoknya.

Serupa pula “treatment-nya” terhadap Presiden dan Menteri – menterinya, apakah dapat di hukum karena kebijakan yang mereka ambil? Jika dapat dihukum, maka Presiden dan anggota kabinetnya setiap saat dapat jatuh dan diganti.

Apabila ada pejabat dari anggota Kabinet melakukan penyelewengan, maka yang diadili adalah pribadi dari pejabat tersebut dan bukan selaku pejabat negara, karena posisi pejabat adalah pembuat kebijakan.

Contoh kasus seperti: Akbar Tanjung dalam kasus dana nonbudgeter Bulog – Karena tekanan publik, Akbar dinyatakan sebagai tersangka penyalahgunaan dana nonbudgeter dan dikenakan masa penahanan di Kejaksaaan Agung.

Posisi Akbar ketika itu sebagai Mensesneg, bersama Presiden, mengambil kebijakan pengentasan kemiskinan. Jika terjadi penyalahgunaan dana nonbudgeter, maka penyalahgunaan bukan pada pengambil kebijakan (policy makers) melainkan pada pelaksana teknis, yakni Yayasan Raudatul Jannah dan Kontraktor pelaksana penyalur bantuan sembako. Keduanya harus lebih dahulu diajukan ke pengadilan dan jika ada bukti Akbar melakukan penyelewengan, maka yang diadili adalah Akbar selaku pribadi dan bukan selaku Mensesneg karena posisi Mensesneg adalah pembuat kebijakan.

Sebagai pembantu Presiden, mekanisme pertanggung jawaban diambil alih oleh Presiden yang disampaikan dalam Sidang MPR. Parlemen tidak bisa menganulir kebijakan yang diambil Pemerintah apalagi melakukan intervensi. Yang bisa dilakukan Parlemen adalah menolak atau menerima pertangung jawaban Presiden.

Kesimpulan: Suatu kebijakan negara hanya dapat dievaluasi atau dihentikan oleh lembaga perwakilan rakyat pada masa kebijakan itu dibuat. Apabila ada dispute maka biasanya diselesaikan pada Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu untuk kepentingan dan kepastian kedepan dari Kabinet sekarang serta agar tidak terjadi kerancuan hukum yang memungkinkan hukum dijadikan alat untuk kepentingan politik, maka Mahkamah Agung (MA) bersama Menteri Hukum dan HAM harus memberikan pertimbangan hukum apakah suatu kebijakan dapat diintervensi.

Jika suatu kebijakan hukum memang dapat diintervensi oleh penegak hukum, maka apa – apa saja yang dapat dijadikan landasan dasar hukum dan preferensinya bagi para penegak hukum.

Jika hal ini bisa diejawantahkan kedalam sistem pemerintahan & tatanan hukum yang ada sekarang, maka persoalan-persoalan seperti kasus Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto, Bank Century maupun lainnya akan bisa “cool down” karena koridornya terbentuk dan jelas untuk menjadi pegangan bagi semua pihak termasuk kepentingan bagi aparatur pemerintah itu sendiri dan masyarakat secara umum yang banyak terwakilkan dalam apa yang dinamakan “civil societies”

Satu – satu kebijakan hukum yang dapat diintervensi oleh penegak hukum adalah kebijakan yang terkait dengan masalah genocide atau masalah perusakan struktur masyarakat yang diperkuat dengan dasar Konvensi Geneva dan Hak Azasi Manusia (HAM).

Sumber:
"http://peni.staff.gunadarma.ac.id"
"http://www.facebook.com/topic.php?uid=164525037905&topic=12047&post=61841"

Minggu, 13 Februari 2011

Kliring

Sesuai PBI No.7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2000, Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Peserta kliring ada 2 macam yaitu peserta langsung dan peserta tidak langsung.

Peserta langsung yaitu bank-bank yang sudah tercatat sebagai peserta kliring dan dapat memperhitungkan warkat atau notanya secara langsung dengan BI atau melalui PT Trans Warkat sebagai perangkat dengan BI. Contoh: Bank Retail, Bank Devisa.

Peserta tidak langsung yaitu bank-bank yang belum terdaftar sebagai peserta kliring akan tetapi mengikuti kegiatan kliring melalui bank yang telah terdaftar sebagai peserta kliring. Contoh BPR.

Warkat atau nota kliring adalah alat atau sarana yang digunakan dalam lalu lintas pembayaran giral, yaitu surat berharga atau surat dagang, seperti:
- cek,
- bilyet giro,
- wesel bank untuk transfer atau wesel unjuk,
- bukti-bukti penerimaan transfer dari bank-bank,
- nota kredit, dan
- surat-surat lainnya yang disetujui oleh penyelenggara (BI)

Syarat-syarat warkat yang dapat dikliringkan:
- Bervaluta rupiah
- Bernilai nominal penuh
- Telah jatuh tempo pada saat dikliringkan
- Telah dibubuhi cap kliring

Jenis-jenis warkat kliring:

- Warkat debet keluar adalah warkat bank lain yang disetorkan oleh nasabah untuk keuntungan rekeningnya.

- Warkat debet masuk adalah warkat yang diterima oleh suatu bank atas cek sendiri yang ditarik oleh nasabahnya.

- Warkat kredit keluar adalah warkat dari nasabah sendiri untuk disetorkan kepada nasabah lain pada bank lain.

- Warkat kredit masuk adalah warkat yang diterima oleh suatu bank untuk keuntungan rekening nasabah bank tersebut.





Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
SKBNI adalah Sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi Kliring Debet dan Kliring Kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

Manfaat
* Bagi Bank Indonesia
- Efisiensi waktu dan biaya
- Jangkauan transfer antar bank yang lebih luas
- Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaran kliring.
* Bagi Bank
- Efisiensi biaya operasional bank
- Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah.

Sistem Kliring
Berdasarkan sistem penyelenggaraannya, kliring dapat menggunakan:

1. Sistem semi otomasi
Sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan
pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomatis sedangkan pemilahan
warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring.

2. Sistem otomasi
Sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan,
pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan oleh penyelenggara
secara otomatis.

3. Sistem Elektronik
Penyelenggaran kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan
bilyet saldo kliring didasarkan pada data keuangan elektronik yang selanjutnya
disebut DKE disertai dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk
diteruskan kepada peserta penerima.


Ilustrasi Kliring

Tuan A, nasabah giro Bank Omega Cabang Jakarta membeli barang dagangan dari Tuan B, nasabag giro bank ABC Cabang Jakarta seharga Rp 30.000.000. Tuan A membayar dengan menerbitkan cek Bank Omega.

Pembukuan Transaksi Kliring
Pembukuan Bank ABC Cabang Jakarta:

- Pada saat menerima warkat:
D : Bank Indonesia-Giro Rp 30.000.000
K : Warkat kliring Rp 30.000.000

- Pada saat hasil kliring diketahui
D : Warkat Kliring Rp 30.000.000
K : Giro Rek. Tuan B Rp 30.000.000

Pembukuan Bank Omega – Cabang Jakarta
D : Giro – Rekening Tuan A Rp 30.000.000
K : Bank Indonesia – Giro Rp 30.000.000


Sumber:
http://www.scribd.com/doc/18575618/Paper-Akun-Perbankan
http://thesuperkidz.blogspot.com
http://kartika.staff.gunadarma.ac.id

Kamis, 10 Februari 2011

Pengaruh Jejaring Sosial

Perkembangan Teknologi Informasi semakin terasa majunya sejalan dengan kemajuan teknologi internet yang semakin maju. Internet adalah jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer ke jaringan banyak komputer dengan bantuan fasilitas server, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data melalui sebuah blog, web tanpa melihat jenis komputer itu sendiri. Bukan hanya menggunakan media komputer, dengan menggunakan handphone pun sudah dapat menghubungkan jaringan ke seluruh dunia, salah satunya adalah yang banyak digunakan adalah jejaring sosial.

Perkembangan teknologi komunikasi melalui dunia maya atau internet yang berbentuk jejaring sosial, seperti "facebook", "twitter", dan "blog" secara tidak langsung ternyata mampu memengaruhi proses demokratisasi di Indonesia.

"Gerakan demokrasi rakyat yang riil justru banyak ditemui lewat jejaring sosial, seperti `facebook`, `twitter`, dan `blog`," kata pakar komunikasi Universitas Indonesia Prof M Alwi Dahlan usai menyampaikan kuliah umum di Universitas Diponegoro Semarang, Rabu.

Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa ada perkembangan yang lebih baik dari masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya secara lebih luas, dibandingkan dengan dulu yang hanya mampu menyuarakannya lewat wakil rakyat di DPR.

"Di dunia, setiap orang dapat berkomentar atau menyuarakan aspirasi dan dukungannya terkait isu-isu dan persoalan negara, maupun persoalan sosial yang tengah terjadi," kata mantan Menteri Penerangan Kabinet Pembangunan VII tersebut.

Ia mencontohkan, kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit-Chandra, perseteruan RS Omni International dengan Prita Mulyasari, Bank Century, dan sebagainya yang menunjukkan antusiasme masyarakat menanggapi lewat jejaring sosial.

"Hal ini merupakan dampak positif perkembangan proses demokratisasi di Indonesia, terutama perkembangan dalam proses komunikasi politik, meskipun tetap ada dampak negatif yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi itu," katanya.

Terlebih lagi, kata dia, saat ini banyak ditemui nama-nama pejabat, pengusaha, pendidik, kalangan ulama dan pesantren hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jejaring sosial itu, selain tentunya kalangan anak-anak muda.

"Pengguna `facebook` di Indonesia pada tahun lalu melonjak 1.500 persen menjadi sekitar 14 juta orang yang berasal dari seluruh kalangan," kata penyandang gelar doktor bidang komunikasi pertama di Indonesia itu.

Berkaitan dengan dampak negatif dari perkembangan teknologi, terutama jejaring sosial itu, ia mengakuinya, seperti adanya penculikan orang atau penipuan yang berawal dari situs pertemanan tersebut.

Namun, kata dia, dampak positif terhadap perkembangan proses demokratisasi memang lebih besar, sehingga hal itu juga harus disadari para pembuat kebijakan atau perundang-undangan dalam menyikapi fenomena tersebut.

"Suara yang menentang kedatangan teknologi itu sampai saat ini masih terdengar, seperti adanya fatwa yang mengharamkan `facebook` dan protes terhadap internet yang dapat mengancam generasi muda," katanya.

Ia mengakui, perkembangan dan dinamika teknologi komunikasi dan informasi tersebut ternyata belum banyak disadari oleh seluruh pihak, termasuk mereka yang bergerak di bidang komunikasi dan informasi.

"Padahal, perubahan dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi mendorong dinamika baru dalam segala segi kehidupan dan hubungan bermasyarakat, berbangsa, antar pribadi, perseorangan, atau institusi," kata Alwi.c

Dengan demikian, ada sisi positif dan negatif nya dari perkembangan teknologi tersebut khususnya yang berbentuk jejaring sosial. Akan tetapi, semua berawal dari user atau penggunanya tersebut apakah media teknologi ini akan dijadikan sebagai sebuah manfaat atau suatu hal yang tidak berguna.

Sumber: kutipan dari www.antaranews.com dengan perubahan.